Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua, Jauh dipedalaman dan tidak memiliki tetangga.Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton di bioskop.
Suatu hari, ayah meminta saya untuk  mengantarkan beliau ke kota untuk  menghadiri konferensi sehari penuh.  Dan, saya sangat gembira dengan  kesempatan itu. Karena tahu bahwa saya  akan pergi ke kota, ibu memberikan  daftar belanjaan yang ia perlukan.  Selain itu, ayah juga meminta saya  untuk mengerjakan beberapa pekerjaan  yang lama tertunda, seperti  memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi,  ayah saya berkata, “Ayah tunggu kau  disini jam 5 sore. Lalu kita akan  pulang ke rumah bersama-sama ya, dan sekarang kamu ke bengkel.”
Segera saja saya menyelesaikan  pekerjaan-pekerjaan yang diberikan  oleh ayah saya. Kemudian, karena  waktu  banyak tersisa, saya pergi ke bioskop. Karena saya terpikat  dengan cerita film di bioskop, sehingga saya lupa akan waktu.  Begitu  melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung saja saya berlari  menunju  bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah  menunggu saya  sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.
Dan Dengan gelisah ayah menanyai saya,  “Kenapa kau terlambat?”
Saya sangat malu untuk mengakui bahwa  saya menonton film,   sehingga saya hanya menjawab, “Oo..Oo..Tadi,  mobilnya belum selesai yah, sehingga saya harus  menunggu lama.”  Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah  menelepon  bengkel mobil itu. Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong.
Lalu ayah berkata, “Ada sesuatu yang  salah dalam membesarkan kau  sehingga kau tidak memiliki keberanian  untuk menceritakan kebenaran pada  ayahmu sendiri. Untuk menghukum  kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah  dengan berjalan kaki  sepanjang 18 mil dan memikirkan hal ini denganbaik-baik.”
Lalu, ayah  mulai  berjalan kaki pulang  ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan  jalanan sama sekali tidak  rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah begitu saja, maka  selama lima  setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang  beliau,  melihat penderitaan ia alami  hanya karena  kebohongan bodoh yang saya  lakukan.
Sejak itu saya tidak pernah akan berbohong lagi. Saya tobat“Sering kali saya berpikir mengenai  hal ini dan merasa  heran. Seandainya Ayah saya menghukum saya  sebagaimana kita menghukum  anak-anak kita, maka apakah saya akan  mendapatkan sebuah pelajaran  mengenai suatu hukuman? Saya kira tidak.  Saya akan menderita atas  hukuman itu dan melakukan hal yang sama kepada  generasi yang berikutnya . Tetapi, hanya dengan satu  tindakan tanpa  kekerasan yang sdilakukan oleh ayah saya, itu merupakan sesuatu hal yang  sangat luar biasa. sehingga saya merasa  kejadian itu baru saja terjadi  kemarin. Dan saya pun menyadari bahwa tidak selamanya hukuman  diwujudkan dengan kekerasan”.
SUMBER  http://setitikharapan.wordpress.com/2010/01/25/resonansi-jiwa-kekuatan-tanpa-kekerasan/
 

 
 
 
 
 
0 comments:
Posting Komentar