SUMBER:
Istihsan menurut bahasa berarti  menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut istilah ahli usul fiqih istihsan ialah meninggalkan qiyas jaly (jelas) untuk berpindah kepada qiyas kafi (samar-samar) atau dari hukum kully (umum) kepada hukum Juz’i atau Istisna’i (pengecualian) karena ada dalil yang membenarkan perpindahan itu.
Contoh Istihsan
1)     Istihsan yang mengutamakan qiyas kafi dari pada qiyas jaly. 
1.      Qiyas :  wanita yang haid diqiyaskan kepada orang junub. Illatnya sama yaitu  tidak suci, sehingga orang yang haid haram membaca al-Qur’an.
2.      Istihsan : Orang yang haid berbeda dengan orang yang junub, karena haid waktunya lama. 
2)     Berpindahnya hukum Kully kepada hukum Istisna’i.
Misal  : Jual beli salam (Sistem pesanan).Menurut dalil Kully, syara’ melarang  jual beli yang barangnya tidak ada pada waktu akad. Sedangkan  berdasarkan istihsan diperbolehkan dengan alasan manusia berhajat kepada  itu dan sudah menjadi adat mereka serta dianggap membawa kebaikan bagi  manusia.
Kehujjahan Istihsan.
Para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahan istihsan.
1.      Golongan  syafi’iyyah menolak Istihsan, karena berhujjah dengan istihsan dianggap  menetapkan suatu hukum tanpa dasar yang kuat hanya semata-mata  didasarkan pada hawa nafsunya.
2.      Golongan  Hanafiyah dan Malikiyah memperbolehkan istihsan dengan pertimbangan  istihsan merupakan usaha melakukan qiyas kafi dengan mengalahkan Qiyas  Jaly atau mengutamakan dalil yang istisna’i dari pada yang kully.
B.    Istishab
1.      Pengertian Istihsan
Menurut  ulama Ushul Fiqih, Istihab ialah menetapkan suatu hukum berdasarkan  status hukum yang berlaku sebelumnya, selama tidak ada hukum yang  merubahnya.
2.      Contoh Istishab
-         Seorang  yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Dalam masalah ini,  ia harus berpegang pada ketentuan humum asal, yaitu “belum berwudhu”.
-         Seorang  yang sudah berwudlu kemudian ragu-ragu apakah batal atau tidak maka  hendaklah menetapkan hukum yang awal yaitu ada wudlu.
3.      Kehujjahan Istishab
v     Kaidah pertama
“Asal sesuatu itu tetap sebagaimana adanya”
v     Kaidah kedua
“Asal hukum sesuatu adalah boleh.(mubah)”
v     Kaidah Ketiga
“Apa yang tumbuh dengan yakin, tidak hilang karena adanya keragu-raguan”
C.    Mashalihul Mursalah
1.      Pengertian Mashalilhul Mursalah 
Menurut bahasa berarti kemaslahatan yang terlepas. Menurut istilah ialah penetapan sebuah hukum berdasarkan pada kemaslahatan.
2.      Contoh Mashalilhul Mursalah
Diantara  contoh mashalihul mursalah tidak ada petunjuknya dari syara’ yang  ditetapkan oleh para sahabat, tabi’in, dan para Mujtahid adalah membuat  penjara, mencetak uang, mengumpulkan dan membukukan ayat-ayat Al-Qur’an.  Ditetapkannya pajak penghasilan, serta surat nikah sebagai bukti sahnya  perkawinan dan lain-lain.
3.      Kehujjahan Mashalihul Mursalah.
Hukum Islam diciptakan adalah untuk menuju kemaslahatan manusia pada semua tempat dan waktu.
Jumhur ulama menolak mashalihul mursalah sebagai sumber hukum dengan alasan berikut ini :
1.      Dengan  nash-nash yang ada dan cara qiyas yang benar, syara’ senantiasa mampu  merespons masalah yang muncul demi kemaslahatan manusia.
2.      Bila menetapkan hukum hanya berdasarkan kemaslahatan berarti dapat membuka pintu keinginan hawa nafsu.
Sementara imam syafi’i membolehkan berpegang mashalihul mursalah dengan syarat harus sesuai dengan dalil kulli atau dalil  juz’i dan syara’. Sedangkan Imam Malik membolehkan secara mutlak, dengan alasan sebagi berikut :
1.      Bahwa  setiap hukum selalu mengandung kemaslahatan bagi manusia. Rasul diutus  juga untuk menjadi rahmat bagi setiap alam. Kemaslahatan manusia ,akan  senantiasa dipengaruhi perkembangan tempat, zaman, dan lingkungan mereka  sendiri. Apabila syari’at Islam terbatas pada hukum-hukum yang ada  saja, akan membawa kesulitan manusia.
2.      Para  sahabat, tabi'in, dan para mujtahid banyak yang menetapkan hukum untuk  mewujudkan kemaslahatan yang tidak ada petunjuk dari Syara'.
4.      Syarat-syarat mashalul mursalah.
Adapun syarat-syarat mashalihul mursalah adalah sebagai berikut :
1.      Mashalihul Mursalah hanya berlaku dalam masalah mu’amalah dan adat kebiasaan, bukan pada bidang ibadah.
2.      Masalah harus jelas dan pasti tidak boleh berdasarkan prasangka.
3.      Hukum yang ditetapkan berdasarkan maslahat itu tidak bertentangan dengan syariat yang ditentukan oleh nash dan ijma’.
D.          Urf.
1.      Pengertian urf.
            Urf menurut bahasa berarti baik, sedangkan menurut istilah ialah  sesuatu  yang terjadi secara berulang-ulang, sesudah saling diketahui, dan  dijalankan masyarakat. Baik perkataan perbuatan atau meninggalkannya.
2.      Contoh Urf
a.      UrfAmaly  (perbuatan) misalnya tradisi jual beli yang dilakukan berdasarkan  saling pengertian tanpa mengucapkan sighat (aqad) seperti yang berlaku  di pasar-pasar swalayan.
b.      Urf  Qauly (ucapan) misalnya orang sudah saling mengerti terhadap kata "al  walad" yang artinya mutlak anak laki-laki, bukan perempuan. Juga kata  "al-lahmu" yang berarti daging, tidak termasuk ikan (as-samak).
3.      Macam-macam urf. 
a.      Urf  Shahih (benar) adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah  masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (al-Qur'an atau  as-Sunnah) tidak menghilangkan kemaslahatan dan tidak membawa mudharat  bagi mereka. Misalnya, tradisi dalam pertunangan dari pihak laki-laki  memberikan hadiah berupa pakaian, perhiasan, uang, dan makanan kepada  pihak wanita, padahal ini bukanlah mahar (mas kawin).
b.      Urf  Fasid (rusak) adalah kebiasaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat  yang bertentangan dengan dalil syara'. Misalnya, kebiasaan yang berlaku  di kalangan pedagang yaitu pinjam meminjam uang dengan sistem riba.
Berkaitan urf shahih dan fasid para ulama berpendapat.
1.      Urf shahih, harus dilestarikan karena membawa kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan syara' sesuai dengan kaidah.
2.      Urf  fasid, harus diberantas di masyarakat dan harus dihi langkan, karena  bertentangan dengan dalil syara' dan membawa dampak yang negati ftidak  membawa manfaat bagi masyarakat.
E.          Syar’u Man Qablana
1.      Pengertian Syar’u Man Qablana
syar  'u man qablana ialah syari 'at yang diturunkan Allah kepada umat  sebelum kita, yaitu ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam,  seperti ajaran agama Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan lain-lain.
2.      Pembagian syar’u Man Qablana dan contohnya :
a.      Ajaran agama yang telah dihapuskan oleh syariat kita (dimansukh)
Contoh : Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu.           
b.      Ajaran yang ditetapkan oleh syariat kita.
Contoh : Perintah menjalankan puasa.
c.      Ajaran yang tidak ditetapkan oleh Syari’at kita.
a)     Yang  diberitakan kepada kita baik melalui al-Qur'an atau as-Sunnah, tetapi  tidak tegas diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada umat  sebelum kita.
b)     Yang tidak disebut-sebut (diceritakan) oleh syari'at kita.
F.           Syaddudz Dzari’ah
1.      Pengertian Syaddudz Dzari’ah
Dzari'ah  menurut bahasa adalah jalan atau perantara, syaddudz dzari'ah berarti  menutup (menyumbat) jalan, menurut istilah adalah melarang sesuatu yang  pada lahirnya mubah, tetapi sesuatu itu menjadi pendorong untuk  melakukan perbuatan yang di larang oleh syara'.
2.      Contoh Syaddudz Dzari’ah
a)     Orang  yang wajib mengeluarkan zakat, sebelum waktu haul (batas waktu wajib  mengeluarkan zakat) datang, menghibahkan hartanya kepada anaknya,  sehingga berkurang nishab harta itu. Dan ia terhindar dari kewajiban  membayar zakat. Hal ini juga dilarang oleh syara'.
b)     Melakukan  permainan yang berbau judi walaupun tanpa uang tetap tidak boleh karena  kalau sudah bisa bermain dikhawatirkan terjerumus kepada perjudian yang  sebenarnya.
3.      Kedudukan Syadduadz Dzari’ah
Imam  Malik dan pengikutnya menetapkan syaddudz dzari'ah sebagai dasar hukum  Islam dengan alasan bahwa sesuatu yang mubah hams dilarang jika memang  benar-benar akan membuka jalan ke arah maksiat. Hal ini berdasarkan pada  hadits Rasulullah SAW :
"Barang siapa yang berputar-putar di sekitar larangan Allah ia akan jatuh di dalamnya" (HR. Bukhari Muslim).
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa hal yang mubah itu tidak boleh dilarang karena hukum asalnya adalah mubah.
G.         Muzhab Shahabi
1.      Pengertian Mazhab Shahabi
Adalah  pendapat para sahabat tentang suatu kasus yang dimulai para ulama, baik  berupa fatwa maupun ketetapan hukum setelah rasulullah saw wafat.           
2.      Contoh Mazhab Shahabi
-         Seperti kasus pembangian warisan, nenek mendapat bagian 1/6.
-         Pendapat  Utsman bin Affan tentang hilangnya shalat jum’at apabila bertepatan  dengan dua hari raya yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.
-         Pendapat Ibnu Abbas tetang tidak diterimanya kesaksian anak kecil.
3.      Kedudukan Mazhab Shahabi Sebagai Sumber Hukum
      Menurut pendapat para sahabat dibagi 3 yaitu :
a.      Mazhab Shahabi yang berdasarkan sunah rasul wajib ditaati.
b.      Mazhab Shahabi yang berdasarkan ijtihad dan sudah mereka sepakati (ijma’ Shahabi) dapat dijadikan hujjah dan wajib ditaati.
c.      Mazhab Shahabi yang tidak mereka sepakati tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak wajib ditaati.
H.          Dalalatul Iqtiran
1.      Pengertian Dalalatul Iqtiran
Dalalatul Iqtiran  Secara bahasa berarti dalil yang bersama-sama (berbarengan), secara  istilah adalah dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu sama hukumnya  dengan sesuatu yang disebut bersama-sama.
2.      Contoh Dalatul Iqtiran
Firman Allah Surat Al Baqarah ayat 196
“Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”(Al Baqorah 196)
3.      kedudukan Dalalatul Iqtiran sebagai sumber hukum.
Para ulama berbeda pendapat mengenai dalalatul iqtiran sebagai sumber hukum.            
a.      Jumlah ulama berpendapat bahwa dalalatul iqtiran tidak dapat dijadikan hujjah dengan alasan
“Sesungguhnya bersama-sama dalam suatu himpunan tidak mesti bersamaan dalam hukum”
b.      Sebagai  ulama yang lain dari golongan Hanafiyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyah  mengatakan bahwa Dalalatul Iqtiran dapat dijadikan hujjah dengan alasan :
                      “Sesungguhnya ‘athaf itu menghendaki musyarakat”
 

 
 
 
 
 
0 comments:
Posting Komentar