http://www.harunyahya.com/indo/artikel/094.htm oleh: Harun Yahya
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan             dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang  mengerjakan             yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.  (QS.          Al Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan             hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu  tidak suka bahwa          Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."           (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al  Qur'an akan merasa             sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah  terhadap kesalahan apa          pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang  beriman bahwa          memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu  santuni serta             ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha  Penyayang. (QS.          At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf  adalah sifat             mulia yang terpuji. "Tetapi barang  siapa bersabar dan          memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang  mulia."          (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah  orang-orang          yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada,  sebagaimana dinyatakan          dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan  memaafkan          (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
| Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung. | 
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap  memaafkan             sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup  sesuai ajaran          Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah  memaafkan          seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk  membebaskan          diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka  cenderung          menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan  orang-orang          beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di  dunia ini,          dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan  bersifat pengasih.         Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau  sebenarnya          mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka  tidak membedakan          antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat  menyakiti          mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu  bahwa segala          sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai  takdir tertentu,          dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak  pernah          terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan  Amerika membuktikan             bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik  jiwa maupun raga.          Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka  berkurang          setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian  tersebut menunjukkan          bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak  hanya secara          batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah  dibuktikan bahwa          berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh  seperti          sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan  sakit perut          sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
| Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang | 
Dalam bukunya, Forgive for Good  [Maafkanlah demi             Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf  sebagai resep yang          telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut  memaparkan          bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam  pikiran          seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi  kemarahan,          penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin,  kemarahan yang          dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada  diri seseorang.          Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang  atau yang tak             berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang  sistem pengatur          suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan  tingkat rendah          sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu.  Hal tersebut          menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang  terbiasa. Hal itu          membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih –  memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness"  [Memaafkan],             yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah  Penyembuhan Masa          Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa  kemarahan terhadap          seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam  diri orang,          dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani  mereka. Artikel          tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa  saat bahwa          kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan  memperbaiki          kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk  memaafkan.          Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal  itu, orang          tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka  dalam          kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka  sendiri          dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa  kemarahan adalah             sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia.  Memaafkan,          di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu  bagian dari          akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari  kemarahan,          dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik  secara lahir          maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan  –sebagaimana segala          sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah.  Kenyataan bahwa          sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah  dibuktikan          secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an,  adalah satu          saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
 
 
 
 
0 comments:
Posting Komentar