A. Pengertian Tafsir
Secara  etimologi tafsir bisa berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan Menjabarkan  kata yang samar.
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan  terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan  pemahamannya. Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling  tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah  yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu  tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di  zaman modern sekarang ini.
Jadi, Secara umum Ilmu tafsir adalah ilmu  yang bekerja untuk mengetahui arti dan maksud dari ayat-ayat al Qur’an.  Pada waktu Nabi Muhammad masih hidup, beliau sendiri yang menjelaskan  apa maksud dari ayat Al Qur’an, maka hadis Nabi disebut sebagai  penjelasan dari al Qur’an. Setelah Nabi wafat, para sahabat berusaha  menerangkan maksud al Qur’an bersumber dari pemahaman mereka terhadap  keterangan nabi dan dari suasana kebatinan saat itu. Pada masa dimana  generasi sahabat sudah tidak ada yang hidup, maka pemahaman al Qur’an  dilakukan oleh para ulama, dengan interpretasi. Ketika itulah tafsir  tersusun sebagai ilmu.
B. MACAM-MACAM TAFSIR BERDASARKAN  SUMBERNYA
Pembagian Tafsir secara ilmiah, tafsir terbagi menjadi  tiga bagian:
- Tafsir bil-ma’tsur ( bir-riwayah )
- Tafsir  bir-ra’yi ( bid-dirayah )
- Tafsirul isyari ( bil-isyarah )
- Tafsir bil Izdiwaji ( campuran )
1. Tafsir  bil-ma’tsur
Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan  Hadits ataupun perkataan para Shahabat, untuk menjelaskan kepada sesuatu  yang dikehendaki Allah swt.
Mengenai penafsiran Al Qur’an dengan  perkataan para Shahabat ketahuilah, bahwasanya Tafsir Shahabat termasuk  Tafsir yang dapat diterima dan dijadikan sandaran. Karena para Shahabat  (semoga Allah meridhoi mereka), telah dibina langsung oleh Rasulullah  saw, dan menyaksikan turunnya wahyu serta mengetahui sebab-sebab  diturunkannya ayat.
Dan juga dikarenakan kebersihan hati mereka, dan  ketinggian martabat mereka dalam kefashihan dan bayan. Juga karena faham  mereka yang shahih dalam menafsirkan Kalam Allah swt. Dan juga  dikarenakan mereka lebih mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung  dalam Al Qur’an dibandingkan seluruh manusia setelah generasi mereka.
Berkata  Imam Hakim Rahimahullah: Sesungguhnya tafsir para Shahabat (semoga  Allah meridhoi mereka) yang mana mereka telah menyaksikan wahyu dan  turunnya Al Qur’an dihukumkan Marfu’ (sampai atau bersambung kepada Nabi  saw). Ataupun dengan kata lain, tafsir para Shahabat mempunyai hukum  hadits Nabawi yang Marfu’ kepada Nabi saw.
2. Tafsir bir-ra’yi
Adalah  tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya perpegang pada  pemahaman sendiri. Dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada  ra’yu semata.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan  metoda tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah  Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan  dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa  Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul  fikih dan ilmu-ilmu lain.
Seorang mufassir akan menggunakan kemampuan  ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan  bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Pembagian  Tafsir bir-ra’yi:
Tafsir bir-ra’yi terbagi menjadi dua bagian:        - Tafsir Mahmud
- Tafsir Madzmum
a. Tafsir Mahmud: Adalah suatu  penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang  yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan kesesatan,  sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada  uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
b. Tafsir al  Madzmum: Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau  mengikuti hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui  kaidah-kaidah bahasa atau syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat  berdasarkan mazhabnya yang rusak maupun bid’ahnya yang tersesat.
Hukum  Tafsir bir-ra’yi al Madzmum: Menafsirkan Al Qur’an dengan ra’yu dan  Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram. Allah berfirman  :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ (الإ ســــراء: 36)
Artinya:
“Dan  janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan  tentangnya”. (QS, Al Isra’: 36)
Firman Allah lagi:
قـُلْ إِنَّمَا  حـَرَّمَ رَبِّيَ ٱلْفـَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ  وَٱلإِثـْمَ وَٱلْبَغْيَ بِغَـيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تـُشْــرِكـُواْ  بِٱللّـَهِ مَا لَمْ يُنـَزِّلْ بِهِ سُلْـطَاناً وَأَن تَقـُولُواْ عَلَى  ٱللّـَهِ مَا لاَ تَعْـلَمــُونَ (الأعراف: 33)
Artinya:
“Katakanlah:  Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang  tersembunyi, dan perbuatan dosa. Melanggar hak manusia tanpa alasan  yang benar, (mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang  Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Dan (mengharamkan) kamu  mengatakan terhadap Allah dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui.” (Al  A’raf: 33)
Juga sabda Rasulullah saw:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ  فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا  حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Artinya:
“ Dari Ibnu Abbas  Radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, bersabda Rasulullah saw: “Barang siapa  menafsirkan Al Qur’an dengan tanpa ilmu, maka siapkanlah tempatnya di  neraka”.
3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi setiap ayat  mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera  mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang  isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui  oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik  ungkapan-ungkapan Al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari  limpahan pengetahuan gaib yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa  disebut tafsir Isyari.
4. Tafsir bil Izdiwaji ( Campuran )
Tafsir bil Izdiwaji disebut juga dengan metode campuran antara  tafsir bil Matsur dan Tafsir bil Ra’yi yaitu menafsirkan Al-Qur’an yang  didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan  shahih, dengan sumber hasil ijtihad akan pikiran yang sehat.
C.  MACAM-MACAM TAFSIR BERDASARKAN METODENYA
1. Metode Tahlili  (Analitik)
Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang  berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan  menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang  paling tua dan paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara  berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga  akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan  lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan  kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan  kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum  fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain  sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan  Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional  bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan  menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu  pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan  yang beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini  adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu  kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat  mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan  pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa  terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
2. Metode Ijmali (Global)
Metode  ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global,  dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang  ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode  tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan  tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya  sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin  secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang  terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan  tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
3. Metode  Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan  ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama  tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang  diperbandingkan itu.
4. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini  adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara  mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang  bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai  dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian  memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,  keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain  kemudian mengambil hukum-hukum darinya
PENGERTIAN TAFSIR DAN ILMU TAFSIR SERTA RUANG LINGKUPMYA
15 Mar 2011
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 

 
 
 
 
 
0 comments:
Posting Komentar